Mati-hidupnya seseorang tergantung kehendak Allah SWT. Namun, jika mantan Presiden Soeharto meninggal karena penyakitnya hari ini, maka Soeharto meninggal dalam status hukum sebagai seorang tersangka koruptor. Suka atau tidak, itulah faktanya, karena proses pengadilan terhadap Soeharto sudah sempat bergulir, meski proses hukumnya tersendat-sendat.
Memang, status “tersangka” tidak sama dengan “divonis bersalah.” Proses hukum terhadap Soeharto belum selesai dan belum punya ketetapan hukum tetap. Namun, bagi seorang jenderal besar dan mantan presiden yang telah berkuasa selama 32 tahun, status hukum sebagai “tersangka koruptor” itu merupakan aib.
Berbeda halnya dengan mantan Presiden Soekarno. Rezim Orde Baru di bawah Soeharto telah mengucilkan dan memojokkan Soekarno secara politik. Bahkan, keluarga, kerabat dan kawan-kawan Soekarno juga dipersulit, ketika mereka ingin bertemu Bung Karno di saat-saat sakit dan menjelang kematian presiden pertama RI tersebut.
Bandingkan dengan kondisi Soeharto sekarang, di mana para pejabat tinggi, menteri, dan orang-orang ternama di republik ini berlomba menjenguk Soeharto. Media
Namun, Soekarno meninggal dengan nama harum sebagai seorang Proklamator
Buruknya status hukum “tersangka” itu bukannya tidak disadari oleh kalangan keluarga Soeharto, serta banyak politikus yang bermain sekarang. Maka, mereka pun ramai-ramai menyuarakan perlunya “pengampunan” terhadap Soeharto, dan agar proses hukum terhadap Soeharto dideponir atau dibekukan, dengan alasan “Pak Harto sudah sakit parah dan banyak jasanya kepada negara.”
Apakah mereka melakukan hal itu murni karena pertimbangan “kemanusiaan?” Mungkin saja. Tetapi, mungkin juga bahwa ini terkait pertimbangan politik (dan finansial tentunya). Soalnya, bukan rahasia lagi bahwa keluarga dan anak-anak Soeharto masih menyimpan dana dalam jumlah sangat besar, yang bisa digunakan untuk kepentingan pemilihan umum dan pemilihan presiden 2009.
Dengan iming-iming “pengampunan” dan pembekuan proses hukum terhadap Soeharto, para politikus pragmatis dari berbagai parpol dan kelompok kepentingan berharap bisa menerima gelontoran dana milyaran rupiah dari keluarga Soeharto. Mereka merasa harus bergerak cepat dan “berlomba dengan waktu.” Jangan sampai Soeharto meninggal lebih dulu, karena rencana “deal” (pertukaran pengampunan terhadap Soeharto dengan imbalan dana) ini bisa batal.
Jadi, marilah kita tunggu dan saksikan drama yang akan berlangsung di panggung politik
Satrio Arismunandar
Producer "Jika Aku Menjadi" (tayang tiap Minggu, pukul 18.00 WIB) -
News Division, Trans TV, Lantai 3
Jl. Kapten P. Tendean Kav. 12 - 14 A,
Phone: 7917-7000, 7918-4544 ext. 4026, Fax: 79184558, 79184627
http://satrioarismunandar6.blogspot.com
http://satrioarismunandar.multiply.com
"Berhasil tidak dipuji, gagal dicaci maki, hilang tidak dicari, mati tidak diakui...."
0 komentar:
Posting Komentar